Plus Minus Kehadiran Mobil Murah

Jakarta - Kebijakan mobil murah atau Low Cost and Green Car (LCGC) banyak mengundang pro dan kontra dari berbagai kalangan baik pemerintah maupun masyarakat. Namun terlepas dari pro kontra tersebut, ada sisi negatif dan positif terhadap kehadiran mobil murah.

Menurut Peneliti Transportasi Jalan Badan Litbang Perhubungan Nunuj Nurdjanah, pihak-pihak yang setuju mobil murah menyatakan siapapun tidak bisa melarang masyarakat untuk membeli mobil yang murah, irit dan ramah lingkungan, karena ini program pemerintah dan payung hukumnya jelas.


Sementara itu pihak yang tidak setuju, menyatakan mobil murah akan menambah kemacetan karena populasi mobil yang beroperasi di jalan akan semakin bertambah, sementara jalan dan lahan parkir terbatas jumlahnya.


"Terlepas dari pro dan kontra dari berbagai pihak mengenai program mobil LCGC, kita perlu melihatnya dari dua sisi yang mungkin timbul yaitu dampak positif dan negatifnya," kata Nunuj Nurdjanah seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Perhubungan, Kamis (26/9/2013)


Menurut Nunuj, dampak positifnya antara lain penghasilan pajak negara dari otomotif akan bertambah, masyarakat golongan ekonomi menengah akan merasakan punya mobil baru dengan harga terjangkau. Bahkan sangat mungkin sebagian pengguna sepeda motor mungkin akan berpindah pada mobil murah, mencegah masuknya mobil murah dari luar negeri seperti dari Thailand yang sudah terlebih dahulu memproduksi mobil murah.


Selain itu, lanjut Nunuj, ada dampak negatifnya yang mungkin timbul adalah meningkatnya kepemilikan mobil pribadi yang tentunya juga akan meningkatkan penggunaan mobil pribadi di jalan yang berakibat pada meningkatnya kepadatan lalu lintas, meningkatkan konsumsi BBM, peminat angkutan umum akan semakin berkurang, dominasi angkutan pribadi pada angkutan Lebaran akan semakin meningkat.


"Bergulirnya program mobil murah ini dampaknya berantai, dan perlu upaya keras instansi terkait untuk meminimalisir dampak negatif tersebut. Kementerian terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian PU, Kementerian ESDM merupakan instansi pemerintah yang terkena imbasnya harus berupaya keras menanggulangi dampak negatif yang timbul dari program mobil murah ini," serunya.


Ia juga mengatakan pemerintah daerah di kota-kota besar harus bekerja keras, terhadap dampak negatif mobil murah. Menurutnya walaupun ada wacana kalau mobil murah ini akan didistribusikan ke luar Jawa, belum tentu bisa cocok dengan infrastruktur di daerah.


"Desain mobil murah ini adalah city car, sehingga apabila didistribusikan ke luar Pulau Jawa dan Bali, seperti Kalimantan, Papua, dan daerah lainnya yang kondisi jalannya kurang memadai dan mempunyai medan yang sulit untuk mobil jenis city car kemungkinan besar akan kurang laku," katanya.


Upaya yang perlu dilakukan dalam menanggulangi meningkatnya kepemilikan mobil pribadi adalah dengan mengurangi penggunaannya di jalan dalam artian masyarakat memang tidak bisa dilarang untuk membeli atau memiliki mobil pribadi baik mobil mahal maupun mobil murah, namun sebisa mungkin dilakukan upaya menghambat agar masyarakat enggan menggunakannya di jalan terutama pada hari kerja yang biasanya kondisi jalan cukup padat.


"Upaya tersebut antara lain bisa dengan cara menerapkan ERP, menaikkan tarif parkir, tidak diperbolehkan parkir pinggir jalan, menerapkan aturan jalan khusus yang hanya boleh dilalui angkutan umum, menerapkan aturan nomor ganjil genap, dan yang paling penting adalah membangun transportasi publik yang murah, cepat, aman, dan nyaman," katanya.


Selain itu, lanjut Nunuj, para penegak hukum di lapangan agar komitmen dan konsisten memberi sanksi dan efek jera terhadap para pelanggar. Intinya adalah menghambat penggunaan mobil pribadi, dan mengistimewakan penggunaan angkutan umum, dimana masyarakat terpaksa naik angkutan umum karena pertimbangan biaya yang lebih murah dan juga tingkat kesulitan yang lebih rendah.


Menurutnya perlu adanya pembatasan permintaan dan pemasaran mobil murah ini khususnya di kota-kota besar dengan sistem kuota jangan menggunakan unlimited, dimana pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan membatasi penjualannya.