Aturan Mobil Murah Diklaim Lebih 'Canggih' daripada Era Mobnas Soeharto

Jakarta - Fasilitas pembebasan pajak untuk mobil murah dan ramah lingkungan (Low Cost Green Car/LCGC) harus memenuhi beberapa syarat, yaitu sesuai dengan namanya yaitu harus murah dan hemat energi.

Hal ini bagian dari Peraturan Pemerintah (PP) No 41 Tahun 2013 tentang barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah. Ketentuan ini dianggap lebih realistis dibandingkan regulasi mobil nasional (mobnas) era Orde Baru, Presiden Soeharto.


"Sesuai judulnya, jadi yang memenuhi syarat dua-duanya, yang murah kalau tidak salah yang di bawah Rp 100 juta dan green artinya hemat energi yang ditunjukkan dengan konsumsi berbanding kilometer. Nah dengan kombinasi itu, dia akan dapat PPnBM-nya nol," kata Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro saat ditemui di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Jumat (14/6/2013).


Sementara itu, lanjut Bambang, untuk mobil-mobil hemat energi namu tidak dijual murah maka hanya akan menerima fasilitas pengurangan (Pajak Penjualan Barang Mewah) PPnBM sebesar 10%. Artinya mobil murah akan mendapat porsi insentif yang lebih besar.


"Kalau yang lain 10% jadi nol, 20% jadi 10%, 30% jadi 20%, jadi kita mendorong itu termasuk mobil listrik karena termasuk green, juga hybrid karena termasuk green meski tidak termasuk low," jelasnya.


Selain itu, lanjut Bambang, mobil yang mendapat fasilitas ini juga harus dibuat di Indonesia dengan kandungan komponen dari Indonesia, dan memiliki merek Indonesia.


"Intinya bukan hanya harga, tapi yang paling penting mobil yang mendapatkan fasilitas itu harus dibuat di Indonesia. Mudah-mudahan diikuiti perindustrian, jadi merek-nya merek Indonesia, jadi ada merek principlenya tapi ada merek Indonesia-nya," tegasnya.


Menurut Bambang, aturan ini lebih realistis dibandingkan aturan mobil nasional ala Presiden Soeharto. Pasalnya, aturan LCGC ini tidak hanya mengejar pemberian nama Indonesia, tetapi dampak positif di industri dalam negeri ke depannya.


"Lebih realistis kalau mobnas itu kan memaksakan merek tapi tidak disertai dengan spesifikasi yang jelas, hanya mengejar merek, hingga akhirnya batal. Kalau ini kan realistis, ada permintaan mobil yang low cost, lalu kita dorong yang green," tandasnya.