Cerita Bos Indomobil yang Angkat Tangan Bikin Mobnas

Jakarta - Indomobil Group yang membawahi pabrikan mobil seperti Suzuki, Nissan, Volkswagen, Renault, Audi, dan Volvo di Indonesia sempat bermimpi untuk membuat mobil nasional (mobnas). Soalnya, mobnas itu bisa menjadi identitas Indonesia yang akan mengharumkan nama bangsa juga.

Komisaris PT Suzuki Indomobil Motor (SIM) Subronto Laras menceritakan ambisinya untuk membuat mobil nasional. Ambisi tersebut diawali dengan perombakan Suzuki Carry yang didesain khusus hingga memiliki bodi baru.


"Kita sempat punya ambisi bikin mobnas, yang pertama sebetulnya karena kita sudah bikin mesin Suzuki di sini (Indonesia) yang 1.000 cc yang kita tanam di Carry, bajunya itu kita mau bikin mobil yang namanya Indomobil dan itu akan menjadi mobil nasional," cerita Subronto.


Untuk menghasilkan Indomobil tersebut, Subronto harus menggandeng desainer mobil dari Inggris. Jadi, mobil itu niatnya akan memiliki bodi dari fiber glass.


Sayang, obsesi tersebut harus kandas. Soalnya, Subronto harus menuruti persyaratan standarisasi otomotif internasional yang membutuhkan dana besar. Alhasil, Subronto angkat tangan dengan biaya yang mahal tersebut.


"Karena biaya untuk bikin mobil enggak cuma bikin mobil saja. Tapi kita mesti ada approval system, kelaikan jalan segala macam dan memang kita harus mengikuti persyaratan standarisasi otomotif. Nah waktu itu biaya untuk itu (persyaratan standarisasi otomotif) aja kira-kira US$ 5 juta, kita langsung angkat tangan. Kalau US$ 5 juta ya habis makan ongkos," beber Subronto.


Untuk melanjutkan ambisi itu, Subronto menggandeng Mazda dalam pembuatan Mobil Rakyat 90 (MR90). Mobil tersebut direnanakan akan dibuat lebih bagus daripada mobil minibus yang sudah ada.


"Kami bikin waktu itu namanya Mobil Rakyat 90, MR 90. Nah MR 90 target kita adalah dia akan lebih bagus dari minibus kami, ya kan ada Suzuki Carry, ada Toyota Kijang," sebutnya.


Mobil itu pun bisa dianggap sebagai mobnas oleh Pemerintah Indonesia selama diproduksi di Indonesia. Sayangnya, rencana itu pun harus berhenti di tengah jalan karena mobil itu dikenakan pajak yang cukup tinggi dibandingkan mobil yang sudah ada.


"Jadi waktu kami ajukan ini kepada pemerintah, pemerintah bilang sepanjang itu dibuat di sini (Indonesia) kita akan declare itu jadi mobil nasional. Makanya namanya Mobil Rakyat 90. Jadilah itu mobilnya, nah begitu jadi kita dapat problem. Problemnya waktu kita pasarkan, kita kena PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah) 30 persen. Waktu itu Carry 0 persen, Kijang 0 persen. Itu menjadi akibat. Jadi kalau proses manufacturing-nya sama, tahu-tahu kita punya cost 30 persen lebih mahal," bebernya.


Subronto pun tidak menyerah untuk tetap membuat mobil nasional. Ia dengan parternya, Mazda sempat mengubah MR90 menjadi model station wagon yaitu VanTrend.


Hal itu dilakukannya untuk mendapatkan kriteria yang tepat agar memiliki pajak 0 persen. Lagi-lagi, usaha Subronto bersama Mazda itu tidak bertahan lama. Kementerian Keuangan pada waktu itu menganggap bahwa VanTrend merupakan bentuk sedan sehingga tetap dikenakan pajak.


"Kami coba mengubah lagi yang MR90 menjadi station wagon supaya mendapat kriteria yang namanya 4x2 dengan pajak 0 persen. Itu namanya VanTrend. Itu pun gagal, karena Menteri Keuangan waktu itu bilang ini sedan. VanTrend itu bentuknya sedan," ujarnya.


Kini, usaha membuat mobil nasional kembali mencuat setelah ada kabar yang menyebut PT Adiperkasa Citra Lestari menggandeng pabrikan asal Malaysia, Proton Holdings Berhad untuk membuat mobil nasional Indonesia. Tapi, akankah mobnas hasil kerja sama dua perusahaan tersebut bertahan lama?



Redaksi: redaksi[at]detikoto.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com