Mobil Murah Banyak Nada Miring, Nissan Tak Terpengaruh

Jakarta - Sudah banyak kalangan yang memprotes lahirnya mobil murah, mulai dari kepala daerah sampai mahasiswa dari berbagai universitas.

Apa komentar Nissan yang juga memiliki line up mobil murah? "Jelas keputusan itu berada di tangan pembuat undang-undang," kata Vice President Director PT Nissan Motor Indonesia Yoshiya Horigome, di Hotel Ritz-Carlton, Kuningan, Jakarta, Selasa (12/11/2013).


Horigome menambahkan banyaknya nada sumbang pada mobil Low Cost and Green Car (LCGC) alias mobil murah tidak akan mempengaruhi rencana Nissan untuk menghadirkan mobil murah.


"Jika dilihat dari manufaktur ini akan tumbuh (perekonomian akan ikut tumbuh). Begitu juga dengan market, ini akan menjadi tumbuh karena ini akan menjadi market baru, dan ini (banyak nada sumbang akan mobil murah) tidak akan mengubah rencana kami," katanya.


Sebelumnya secara terang-terangan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) menurut Bidang Komunikasi dan Hubungan Internasional GMKI Paulus Lubis tengah menyiapkan gugatan ke Mahkamah Agung untuk membatalkan kebijakan mobil murah tersebut.


Fokus gugatan menurutnya akan diarahkan ke pembatalan Pasal 3 ayat (1) poin c Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 Tentang Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Sebab hal itu lebih banyak mudaratnya dibanding manfaat.


Menurutnya ada potensi pajak yang hilang akibat kebijakan ini. Padahal dengan harga mahal saja mobil sudah bagai kacang goreng.


Kebijakan ini pun, lanjut Paulus, bakal menimbulkan efek domino yang tidak kalah negatif. Selain potensi pajak yang hilang, konsumsi bahan bakar juga berpotensi membludak. Sebab meski di aturan mobil yang masuk dalam program Low Cost and Green Car (LCGC) dilarang untuk mengkonsumsi bahan bakar bersubsidi, tapi belum ada cara yang diaplikasi pemerintah untuk mencegah mobil murah menggunakan bahan bakar bersubsidi.


Konsumsi BBM dalam negeri menurut GMKI sudah mencapai 1,3 juta barel per hari, padahal kapasitas produksi migas Indonesia hanya 827-840 ribu barel per hari. Jadi ada defisit yang kemudian berpengarus negatif ke neraca perdagangan Indonesia.